From Leisure to Treasure: It’s Not Just about Holiday, but a Purposeful Journey Following
Industri pariwisata menjadi salah satu industri yang selalu menarik untuk dibahas. Sebuah industri yang tidak hanya menawarkan keuntungan berupa materi, melainkan juga sebuah pengalaman hidup. Mulai dari merencanakan perjalanan hingga pulang kembali dengan perasaan bahagia setelah melepas penat, merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh industri ini. Namun, sejak merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 lalu memberikan dampak yang cukup besar terhadap dunia bisnis pariwisata. Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta merta menghambat laju bisnis di industri ini. Lantas, bagaimana industri pariwisata dapat tetap bertahan, bahkan justru melebarkan sayapnya? Yuk, simak kiat-kiat manajerial bisnis pariwisata ditengah pandemi ala Kevin Busyra, Founder dan CEO Traxist Travel!
Baca Juga : Kuliah dan Berbisnis ala Co-Founder Kawa BBQ!
Kevin T. Busyra merupakan alumni Sarjana Manajemen Bisnis angkatan 9 PPM School of Management. Setelah menyelesaikan studinya pada tahun 2017, ia berkarir di sebuah perusahaan selama beberapa tahun sebelum mantap membangun bisnis sendiri. Sebagai fresh graduate, ia merasa masih banyak hal yang harus ia explore dan pelajari dari para pebisnis yang telah merintis usaha terlebih dahulu. Hal ini ia lakukan untuk menghindari kegagalan karena kurangnya pengetahuan.
Setelah Kevin merasa sudah memiliki cukup bekal insight dan wawasan, ia pun mantap menjalankan bisnis travel bersama kawan lamanya yang sudah berpengalaman sebagai traveller. Mereka pun mulai menjalankan bisnis bersama meski baru seadanya. Ketatnya persaingan dalam industri pariwisata menjadi tantangan tersendiri bagi Kevin dan partnernya untuk dapat menarik pelanggan melirik lapak mereka. Oleh karena itu, mereka pun mencari tambahan personil untuk mengisi kekosongan dan mengatasi masalah pada saat itu. Kevin berprinsip bahwa tidak perlu menjadi expert dalam suatu bidang, namun carilah partner yang tepat. Partner yang tepat pun tidak selalu memiliki keahlian yang sama. Justru jika partner kita memiliki keahlian berbeda maka bisa saling belajar dan melengkapi. Hal ini kemudian mempertemukan Kevin dengan 3 orang partner baru, salah satunya adalah Kezia Warouw, Alumni PPM School of Management dan Puteri Indonesia 2016.
Masing-masing anggota percaya bahwa membangun perusahaan travel dan penanaman nilai moral Traxist tidak hanya berorientasi pada uang (money oriented) semata, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab untuk mengembangkan anak muda Indonesia. Keinginan untuk berkembang bersama ini lalu mengilhami lahirnya tagline Traxist: Escape with a Purpose. Kemudian, Traxist pun memiliki 4 kategori sub-bisnis dengan purpose yang berbeda-beda yaitu Traxist Tour & Travel yang bertujuan leisure, Traxist Learn yang memadukan konsep traveling dengan edukasi, Traxist Story yang turut membukukan hasil perjalanan audiens ke suatu tempat, dan Traxist Spiritual yang bertemakan religi dan self-healing.
Baca Juga : Sarjana Manajemen Bisnis PPM School of Management
Meskipun kini aktivitas Traxist terbatas oleh hadirnya pandemi, Kevin mengatakan bahwa bagi perusahaan kecil seperti Traxist justru ini adalah momentum yang baik untuk membenahi perusahaan. Para pebisnis ‘dipaksa’ untuk shutdown sementara oleh force majeure. Kelak pasca pandemi berlalu semuanya akan memulai secara berbarengan, baik perusahaan besar maupun kecil. Traxist pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memikirkan inovasi-inovasi yang perlu diterapkan dan menjadikannya sebagai semangat juang untuk tumbuh. Oleh karena itu, Traxist memanfaatkan teknologi seperti aplikasi Zoom dan menawarkan opsi layanan virtual tour. Tur dilakukan secara daring dengan kapasitas terbatas sehingga klien bisa diajak ‘berjalan-jalan’ melalui layar gawai. Harganya pun bersahabat dan cukup diminati oleh masyarakat.
Ketika ditanya apakah ilmu yang didapatkan selama belajar di PPM berpengaruh baginya dalam mengatasi kesulitan ditengah keadaan seperti ini? “Frankly speaking, banyak orang bilang sukses nggak perlu edukasi yang tinggi. Kembali lagi, bagi saya pribadi pendidikan itu sangat penting, baik di PPM atau kampus manajemen lain memang tidak menjanjikan 100% besok (akan) sukses. Pembelajaran selama kuliah sangat berguna untuk mengelola mindset dan perspektif, serta problem solving,” pungkasnya. Ia juga menambahkan bahwa ketika kita mengetahui banyak hal maka kita akan semakin arif dan rasional dalam bertindak.
Kevin mengakui ia sangat menyukai kampusnya. PPM dengan jumlah daya tampung per kelas yang terbatas bukanlah kampus yang besar, namun memiliki keunggulan-keunggulannya. Mahasiswanya benar-benar merupakan selected students, relasi sesama mahasiswa ataupun dengan dosen pun dekat. Tidak banyak kampus yang bisa memiliki karakter serupa. Lalu, menurutnya PPM juga mendidik mahasiswanya menjadi “Entrepreger” (entrepreneur-manager) sehingga kelak lulusannya memiliki opsi untuk menjadi entrepreneur atau manager, dimana kebanyakan kampus yang ada, hanya mengajarkan untuk menjadi entrepreneur saja.
Ia berpesan kepada adik-adik SMA yang hendak menentukan kampus dan jurusan berkuliah. Menurutnya, pemilihan kuliah S1 amatlah krusial karena menentukan maturity dan critical thinking seseorang. Boleh jadi kita terinspirasi oleh seseorang, namun jangan serta merta langsung mengikutinya begitu saja. “Jangan pernah mengikuti jejak seseorang, tetapi pelajarilah jejaknya. Karena kembali lagi masing-masing perjalanan orang berbeda, tidak bisa kita mengidolakan seseorang dan kita pengen 100% kayak dia,” jelasnya. Perbedaan latar belakang, ketertarikan, serta status sosial atau ekonomi juga tidak bisa disamakan antar individu.
Setidaknya ada 5 advice yang sering Kevin bagikan kepada teman-teman untuk ditanamkan dalam diri. Pertama, jadilah orang yang oportunis dalam segala hal. Ada banyak komponen dalam hidup ini yang tidak dapat kita kontrol sepenuhnya. Kedua, jadilah seorang yang open minded, lihatlah suatu hal dari banyak sudut pandang. Ketiga adalah konsisten dalam prinsip-prinsip yang kita pegang dan diikuti dengan determination (ketetapan hati). Misalnya seorang memutuskan untuk menjadi entrepreneur. Ia harus memiliki resistensi yang kuat untuk menjalankan roda bisnisnya dalam kondisi apapun. Apabila kita mengalami kejatuhan sekalipun, jika kita menyukai apa yang kita kerjakan maka kita akan dapat bangkit kembali. Kemudian, selagi muda dan memiliki banyak rooms of improvement maka asahlah critical thinking. Sebagai pemimpin kita harus bisa berpikir kritis dan berani mengambil keputusan apapun risikonya. Selain itu, keputusan tersebut dapat dievaluasi ketepatan atau tidaknya. Terakhir adalah maturity. Kelima hal diatas dapat membentuk pola self-value kita. Kedewasaan akan mengikuti bersama usia ketika kita telah menerapkan semuanya.
Baca Juga : PPM School of Management Meraih Apreasiasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Terbaik Kategori Sekolah Tinggi
Dari Kevin, kita dapat belajar bahwa penting untuk melihat sebuah permasalahan tidak hanya dari satu sisi, tetapi juga kita melihat perspektif lain. Pastikan juga perspektif yang diambil tepat sehingga kita dapat menentukan tindakan apa yang dapat kita ambil selanjutnya. Jadi, sudahkah teman-teman mencoba variasi perspektif ketika mencari solusi untuk suatu permasalahan?
Ditulis oleh: Karima Salsabila R (Mahasiswa SMB Angkatan 15)