E-MAIL
ppmschool@ppm-manajemen.ac.id
LOCATION
Menteng Raya 9 Central Jakarta

Nostalgia Teknologi Retro

Fifi Safira, M.M
Head of Trainer, Jasa Pengembangan Eksekutif  PPM Manajemen

Baru-baru ini Pinot, seorang animator kenamaan Indonesia mengunggah beberapa potongan video di akun Twitter-nya. Durasi video tersebut singkat, tak sampai 10 detik. Satu hal yang menarik dari video tersebut adalah gambar dalam video tersebut yang masih pixelateddan terkesan jadul. Bagaimana tidak, video tersebut merupakan karya ulang video clip Childish Gambino, This Is Americayang dibuat oleh Pinot menggunakan perangkat lunak MacPaint dan MacroMind Director dalam komputer Macintosh SE keluaran tahun 1987.

Meski menggunakan perangkat yang jadul, Pinot mampu untuk memberikan warna berbeda pada ranah industri media saat ini. Ketika teknologi digital telah sedemikian rupa berkembang, Pinot memilih untuk masuk ke dalam mesin waktu, dan menjelajah ke masa lalu.

Menggunakan teknologi yang bahkan sudah diabaikan oleh khalayak karena dianggap ketinggalan zaman, Pinot membuktikan bahwa teknologi retro mampu menciptakan suatu inovasi. Kepiawaiannya untuk memadukan teknologi jadul tersebut dengan teknologi digital masa kini terlihat dalam karya lainnya seperti visual pembuka serial Netflix, Stranger Things dan Star Wars: The Last Jedi.

Kemunculan kembali teknologi retro juga terlihat pada industri fotografi. Manny Almeida, Presiden Imaging Division Fujifilm Amerika Utara mengungkapkan bahwa penjualan rol film mencapai puncaknya pada tahun 2003; 960 juta rol film terjual sebelum akhirnya terjun bebas. Angka tersebut terus mengalami penurunan akibat kemunculan teknologi fotografi digital pada tahun 1990-an.

Namun, pada tahun 2017 penjualan rol film kembali menggeliat. Pertumbuhan penjualan rol film secara global mencapai 5% (year-on-year). Angka ini mengindikasikan bahwa teknologi fotografi analog, belum benar-benar mati. Sebaliknya, meski tersengal-sengal, teknologi ini masih tetap hidup di antara teknologi kamera mirrorless yang tengah naik daun.

Kita semua memahami bahwa sesuatu dikatakan sebuah inovasi ketika ia memberikan sebuah warna baru yang berbeda dari pendahulunya serta menciptakan sebuah nilai tambah bagi penggunanya. Nyatanya, inovasi tidak harus sesuatu yang benar-benar baru dan belum ada di pasar. Tren retro teknologi dalam dua kisah di atas telah membuktikan bahwa sesuatu yang baru, dapat pula diciptakan dengan teknologi yang telah ketinggalan zaman dipadukan dengan teknologi masa kini.

Lantas, bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan peluang atas kemunculan kembali teknologi retro? Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendorong adopsi dan difusi teknologi retro.

Kunci utamanya adalah, memahami seutuhnya bagaimana masa lalu dan masa kini terhubung satu sama lain. Misalnya dengan membawa masa lalu kepada masa kini melalui berbagai bentuk tradisi dan warisan. Hal ini lazim dijumpai pada perusahaan keluarga di mana sebuah inovasi diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, berdasarkan norma, nilai-nilai, dan kepercayaan dalam suatu organisasi.

Baca juga: Tingkatkan Mutu dengan Layanan SoM

Masih sejalan dengan konsep tradisi dan warisan, keterhubungan antara masa lalu dan masa kini pun kemudian menciptakan sebuah nostalgia. Konsep nostalgia didefinisikan sebagai reaksi emosional seseorang yang berkaitan dengan aktivitas kognitif ketika sebuah stimulan membuatnya mengalami perpindahan waktu atau kejadian.

Dengan konsep ini, adopsi teknologi dapat didorong dengan membawa masa kini kepada masa lalu. Pengejawantahan konsep ini dapat berupa cultural nostalgia, yakni dengan membangkitkan kembali ingatan kolektif masa lalu, ataupun personal nostalgia yang berkaitan dengan pengalaman seseorang di masa lalu.

Nostalgia akan membawa individu kepada kenangan masa lalu yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kedekatan seseorang terhadap sebuah brand, seperti yang dilakukan oleh Volkswagen dengan VW Beetle-nya.

Cara ketiga yang dapat dilakukan untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini adalah dengan menciptakan masa lalu untuk masa depan. Proses “menghidupkan kembali” atau revival ini dilakukan dengan mengkombinasikan elemen historis dengan elemen kontemporer.

Beberapa contoh teknologi retro yang dihidupkan kembali misalnya adalah Nokia 8110 atau yang lebih dikenal dengan Nokia Pisang serta konsol gim Atari Flashback.

Teknologi retro hadir dan memberikan warna berbeda di tengah gempuran teknologi digital pada industri masa kini. Dengan memadukan elemen masa lalu dengan inovasi masa kini, perusahaan pun dapat menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda kepada pasar, sambil mengajak untuk bernostalgia sejenak. Meski paradigma inovasi lazimnya berorientasi pada masa depan, masa lalu tetap dibutuhkan untuk menciptakan suatu gagasan baru di kemudian hari.

Seperti kata mendiang Steve Jobs, “You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards.”

*Tulisan ini dimuat di Majalah PPM Manajemen  Edisi Agustus 2018 p. 64-65


Admission & Scholarship Info :

44 / 210

Nostalgia Teknologi Retro

Fifi Safira, M.M
Head of Trainer, Jasa Pengembangan Eksekutif  PPM Manajemen

Baru-baru ini Pinot, seorang animator kenamaan Indonesia mengunggah beberapa potongan video di akun Twitter-nya. Durasi video tersebut singkat, tak sampai 10 detik. Satu hal yang menarik dari video tersebut adalah gambar dalam video tersebut yang masih pixelateddan terkesan jadul. Bagaimana tidak, video tersebut merupakan karya ulang video clip Childish Gambino, This Is Americayang dibuat oleh Pinot menggunakan perangkat lunak MacPaint dan MacroMind Director dalam komputer Macintosh SE keluaran tahun 1987.

Meski menggunakan perangkat yang jadul, Pinot mampu untuk memberikan warna berbeda pada ranah industri media saat ini. Ketika teknologi digital telah sedemikian rupa berkembang, Pinot memilih untuk masuk ke dalam mesin waktu, dan menjelajah ke masa lalu.

Menggunakan teknologi yang bahkan sudah diabaikan oleh khalayak karena dianggap ketinggalan zaman, Pinot membuktikan bahwa teknologi retro mampu menciptakan suatu inovasi. Kepiawaiannya untuk memadukan teknologi jadul tersebut dengan teknologi digital masa kini terlihat dalam karya lainnya seperti visual pembuka serial Netflix, Stranger Things dan Star Wars: The Last Jedi.

Kemunculan kembali teknologi retro juga terlihat pada industri fotografi. Manny Almeida, Presiden Imaging Division Fujifilm Amerika Utara mengungkapkan bahwa penjualan rol film mencapai puncaknya pada tahun 2003; 960 juta rol film terjual sebelum akhirnya terjun bebas. Angka tersebut terus mengalami penurunan akibat kemunculan teknologi fotografi digital pada tahun 1990-an.

Namun, pada tahun 2017 penjualan rol film kembali menggeliat. Pertumbuhan penjualan rol film secara global mencapai 5% (year-on-year). Angka ini mengindikasikan bahwa teknologi fotografi analog, belum benar-benar mati. Sebaliknya, meski tersengal-sengal, teknologi ini masih tetap hidup di antara teknologi kamera mirrorless yang tengah naik daun.

Kita semua memahami bahwa sesuatu dikatakan sebuah inovasi ketika ia memberikan sebuah warna baru yang berbeda dari pendahulunya serta menciptakan sebuah nilai tambah bagi penggunanya. Nyatanya, inovasi tidak harus sesuatu yang benar-benar baru dan belum ada di pasar. Tren retro teknologi dalam dua kisah di atas telah membuktikan bahwa sesuatu yang baru, dapat pula diciptakan dengan teknologi yang telah ketinggalan zaman dipadukan dengan teknologi masa kini.

Lantas, bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan peluang atas kemunculan kembali teknologi retro? Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendorong adopsi dan difusi teknologi retro.

Kunci utamanya adalah, memahami seutuhnya bagaimana masa lalu dan masa kini terhubung satu sama lain. Misalnya dengan membawa masa lalu kepada masa kini melalui berbagai bentuk tradisi dan warisan. Hal ini lazim dijumpai pada perusahaan keluarga di mana sebuah inovasi diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, berdasarkan norma, nilai-nilai, dan kepercayaan dalam suatu organisasi.

Masih sejalan dengan konsep tradisi dan warisan, keterhubungan antara masa lalu dan masa kini pun kemudian menciptakan sebuah nostalgia. Konsep nostalgia didefinisikan sebagai reaksi emosional seseorang yang berkaitan dengan aktivitas kognitif ketika sebuah stimulan membuatnya mengalami perpindahan waktu atau kejadian.

Dengan konsep ini, adopsi teknologi dapat didorong dengan membawa masa kini kepada masa lalu. Pengejawantahan konsep ini dapat berupa cultural nostalgia, yakni dengan membangkitkan kembali ingatan kolektif masa lalu, ataupun personal nostalgia yang berkaitan dengan pengalaman seseorang di masa lalu.

Nostalgia akan membawa individu kepada kenangan masa lalu yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kedekatan seseorang terhadap sebuah brand, seperti yang dilakukan oleh Volkswagen dengan VW Beetle-nya.

Cara ketiga yang dapat dilakukan untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini adalah dengan menciptakan masa lalu untuk masa depan. Proses “menghidupkan kembali” atau revival ini dilakukan dengan mengkombinasikan elemen historis dengan elemen kontemporer.

Beberapa contoh teknologi retro yang dihidupkan kembali misalnya adalah Nokia 8110 atau yang lebih dikenal dengan Nokia Pisang serta konsol gim Atari Flashback.

Teknologi retro hadir dan memberikan warna berbeda di tengah gempuran teknologi digital pada industri masa kini. Dengan memadukan elemen masa lalu dengan inovasi masa kini, perusahaan pun dapat menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda kepada pasar, sambil mengajak untuk bernostalgia sejenak. Meski paradigma inovasi lazimnya berorientasi pada masa depan, masa lalu tetap dibutuhkan untuk menciptakan suatu gagasan baru di kemudian hari.

Seperti kata mendiang Steve Jobs, “You can’t connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards.”

*Tulisan ini dimuat di Majalah PPM Manajemen  Edisi Agustus 2018 p. 64-65


Admission & Scholarship Info :

211 / 210

Tinggalkan Balasan

Required fields are marked

has been added to the cart. View Cart